Antara Cinta, Iman dan Akal
Al-‘aqliyyuun yakin bahwa esensi
manusia adalah “keberpikirannya”. Bagi mereka semakin sempurna seorang manusia,
semakin sempurna pula pemikirannya. Karena itu insan kamil (manusia sempurna)
menurut pandangan ini adalah orang yang paling sempurna nalarnya, dalam arti
telah menyingkap rahasia wujud (keberadaan) sebagaimana kenyataannya. Tafakkur,
-dalam pengertian rasionalnya-, merupakan satu aktifitas utama yang
menghantarkan manusia mencapai tujuannya. Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi ulil –
albaab. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi. Yaa Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali ‘Imran 190-191).
Di sisi lain, para ‘urafa, meyakini
bahwa esensi manusia adalah al-qalb (hati). Dalam pandangan ini ihsas(rasa) dan
‘isyq (Cinta) manusia mempunyai nilai lebih dibanding tafakkur – nya. Perlu
dicatat di sini bahwa ‘isyq bukanlah dalam arti cinta seksual seperti cinta
pada umumnya. Ada dua ciri ‘isyq menurut para ‘urafa ;
- Cinta ini bergerak menuju kepada Allah. Ma’syuq (obyek
yang dicintai)-nya hanyalah Allah SWT.
- Cinta ini mengalir pada semua yang maujud; bintang,
bulan, matahari dan yang ada di sekalian alam.
Dalam pandangan ini, seluruh
keharmonisan alam adalah tanda aliran ‘isyq(Cinta) dalam segala sesuatu.
Bulan dan matahari
Langit dan bumi
Semuanya berputar-putar
Sedang Sang Penyanyi bergeletar
Langit dan bumi
Semuanya berputar-putar
Sedang Sang Penyanyi bergeletar
Bulan dan matahari
Langit dan bumi
Semuanya bak berpelukan
Bercumbu dan mencumbu Tuhan semata
Langit dan bumi
Semuanya bak berpelukan
Bercumbu dan mencumbu Tuhan semata
Belum lagi ujung rumput nan
ber-embun-an
Menambah sejuk segar hawa pagi nan ber-segar-an
Sepoi angin semilir rancak nan bertiupan
Ia pun mengatakan mari kita mencumbu Tuhan
Menambah sejuk segar hawa pagi nan ber-segar-an
Sepoi angin semilir rancak nan bertiupan
Ia pun mengatakan mari kita mencumbu Tuhan
Dalam semua adalah cinta
Meresapi semua adalah cinta
Tapi cinta pada Tuhan semata
Semua mencinta Tuhan semata
Meresapi semua adalah cinta
Tapi cinta pada Tuhan semata
Semua mencinta Tuhan semata
Walau mencumbu tapi tak perlu merayu
Walau mencumbu tapi tak perlu memeluk
Cukup katakan pada-Nya Duhai Sang Ayu
Sampai membanjir airmata meninggalkan ceruk
Walau mencumbu tapi tak perlu memeluk
Cukup katakan pada-Nya Duhai Sang Ayu
Sampai membanjir airmata meninggalkan ceruk
Hati (al-qalb) adalah sentral Cinta.
Maka bagaimana agar manusia mencapai insan kamil ? Para ‘urafa yakin bahwa
dengan akal (baca; nalar), manusia tidak akan pernah mencapai kesempurnaan yang
hakiki. Maulana Jalaluddin Rumi mengatakan;
Kaki para filosof terbuat dari kayu
Kaki yang terbuat dari kayu tidaklah berkekuatan sedikitpun
Kaki yang terbuat dari kayu tidaklah berkekuatan sedikitpun
Sebaliknya para ‘urafa meyakini
adanya kitab’azali yang terdapat dalam diri setiap orang. Kitab Agung tempat
khazanah pengetahuan Tuhan. Yaitu; hati. Tuhan tidak akan pernah dapat
ditampung bimi dan langit, tapi Tuhan dapat ditampung (baca; hadir) pada hati
mukmin.Dengan membersihkan hati (tazkiyyatun-nafs) dan mengkonsentrasikan hati
serta mengarahkannya hanya kepada Allah, maka seseorang akan dapat mencapai
derajat insan kamil.
Dalam kitab sufi tidak terdapat
tulisan dan kata,
Yang ada hanya hati putih bak salju
Karena tulisan dan kata hanyalah rerantingan
Sedang Wujud yang dirasa adalah akar
Dan tulisan dan kata hanyalah kekhayalan
Seang rasakanlah Ia yang lebih dekat dari urat leher
Dalam hati sufi tidak terdapat berbagai pengetahuan
Yang ada hanya lah Ia sendiri
Yang ada hanya hati putih bak salju
Karena tulisan dan kata hanyalah rerantingan
Sedang Wujud yang dirasa adalah akar
Dan tulisan dan kata hanyalah kekhayalan
Seang rasakanlah Ia yang lebih dekat dari urat leher
Dalam hati sufi tidak terdapat berbagai pengetahuan
Yang ada hanya lah Ia sendiri
Qur’an Suci mengatakan; Beruntunglah
mereka yang telah membersihkan dirinya (QS Asy-Syams 9).
Di sisi lain Qur’an Suci mengatakan
; Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi. Kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal shalih, dan saling berwasiat tentang kebenaran, dan saling
berwasiat tentang kesabaran. Jelas amal shalih apapun tanpa iman adalah seperti
seorang gadis tanpa ruh. Walaupun secantik apapun hanyalah mayat. Sebaliknya
iman tanpa amal shalih pun mustahil, seperti adanya aliran elektron tanpa arus
listrik.
Iman (+amal shalih), akal dan cinta
adalah tiga ekivalensi tapi mempunyai dimensi masing-masing. Tidak mungkin
beriman terhadap sesuatu yang tidak masuk akal. Tidak mungkin mencintai sesuatu
yang tidak diimani wujud-nya. Dan tidak mungkin akal kita dapat berkonsentrasi
terus menerus untuk menyingkap rahasia Wujud Yang Maha Agung tanpa dorongan
dari geletar ‘isyq yang ada dalam dada.
Apa kesimpulannya? Ketiganya
hanyalah manifestasi dari satu hal yang sama. Tiadanya yang satu memustikan
ketiadaan yang lain. Hanya saja dimensi kehidupan tak berhingga . Mana kala
kita pandang dari sudut nalar, akal-lah namanya. Manakala kita pandang dari
sudut hati, cinta-lah namanya dan manakala kita pandang dari sudut keyakinan, iman-lah
namanya.
Dengan ketiganya, – atau mungkin
lebih tepat lagi dengan segenap wujud nya-, seorang manusia dapt mendekatkan
diri kepada Allah. Ketika seseorang sampai pada pintu keselamatan, tidak ada
lagi hijab antara ia dengan allah. Dia dapat melihat Allah dengan mata hatinya.
Baginya Tuhan benar-benar dapat disifati sebagai Azh-Zhaahir ( Yang Maha
Lahir), atau bahkan An-Nuur (Cahaya (Mutlak)), sehingga tak ada suatu apa pun
yang lebih jelas dari-Nya. Imam Husein bin ‘Ali (r.a.), -cucu Rasulullah (SAW)
yang akan menjadi satu dari pemimpin para pemuda di surga-, mengatakan; “
Adakah maujud yang lebih jelas dan terang dari-Mu?”
0 komentar:
Post a Comment