Socrates tentang Perjalanan Jiwa dan Persemayamannya
Ayah Socrates adalah seorang tukang batu dan pahat, sedangkan ibunya adalah seorang dukun beranak. Saat berusia 30-an, ia bekerja sebagai seorang guru moral sosial yang tidak mengambil imbalan juga tidak mendirikan gedung sekolah. Ia suka berdiskusi berbagai macam masalah di tempat umum, misalnya tentang perang, politik, persahabatan, seni, etika moral dll. Pada usia sekitar 40 tahun, ia menjadi tokoh kota Athena yang terkenal.
Socrates dianggap mewakili
suatu era baru, baik secara geografis maupun temporal. Di samping itu ia
merupakan salah seorang filosuf yang mempunyai pengaruh paling besar
terhadap pemikiran Eropa. Barangkali ia merupakan sosok tokoh filosuf
yang penuh teka-teki dalam sejarah perkembangan filsafat. Dia tidak
pernah menulis sebaris pun kalimat dalam tulisan. Pemikiran filosofisnya
dapat diketahui melalui murid-muridnya yang menulis sejumlah dialog
atau diskusi-diskusi yang didramatisasi mengenai filsafat dengan tokoh
utama Socrates. Salah satu muridnya yang terkenal adalah Plato. Dari
tulisan-tulisan Plato inilah suara pemikiran filsafat Socrates dapat
diketahui.
Socrates dan Metode Pembidanan
Metode
penyampaian pemikiran filosofis Socrates dengan melalui proses yang
disebut “pembidanan.” Artinya membantu orang untuk “melahirkan” wawasan
yang benar. Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
(berdiskusi) kepada setiap orang yang ditemuinya di setiap pelosok kota
Athena di mana ia lewat. Socrates acap kali berdebat dengan orang.
Dalam perdebatan, ia menggunakan sindiran, melalui desakan pertanyaan
tiada henti, agar pihak lawan bertentangan sendiri, mengakui tidak tahu
sama sekali terhadap pertanyaan tersebut. Melalui bentuk tanya-jawab,
teknik bantuan yakni membantu pihak lawan bicara membuang pandangan yang
salah, menemukan kebenaran yang sebenarnya, menyimpulkan melalui
perbandingan terhadap analisa masing-masing untuk mencari hukum
universal.
Melalui definisi yakni pandangan yang
sepihak dikembalikan ke konsepsi bias, langkah agar pihak lawan
memperbaiki pandangan keliru yang semula sekaligus mendatangkan
pemikiran baru. Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membuka
percakapan, seakan-akan ia sendiri tidak mengetahuinya. Dalam dialog ini
orang akan mengetahui kelemahan dari argumen-argumennya sehingga akan
menyadari apa yang benar dan apa yang salah.
Kematian Proses Perjalanan Jiwa
Begitu
tegarnya Socrates menghadapi kematian di depan matanya saat detik-detik
menjelang ajal pelaksanaan hukuman minum racun. Kekuatan yang besar
hinggap pada dirinya hingga mampu menghadapinya dengan ketenangan yang
luar biasa diiringi derai tangis Xanthipe (istri), anak-anak, dan
sahabat-sahabatnya. Kekuatan Socrates muncul dari dasar keyakinannya
akan arti dari kematian itu sendiri. Ia yakin akan mampu melampaui
orang-orang mati dan bahkan para dewa sendiri. Kematian baginya
merupakan pemisahan jiwa dari raga. Kematian adalah proses pemurnian
dari jiwa itu sendiri. Seorang filosuf mencintai kebijaksanaan,
kebijaksanaan yang hanya dapat dicapai oleh jiwa.
Bagi
Socrates dalam kematian jiwa dan tubuh terpisah, tubuh menjadi hancur
dan jiwa meneruskan “perjalanannya”, karena jiwa bersifat langgeng.
Seperti dikenal dalam legenda kuno Yunani, bahwa jiwa-jiwa orang mati
akan kembali ke rumah Hades, dan kelak di kemudian hari akan dihidupkan
lagi dari kematian. Menurutnya hal tersebut berarti orang-orang yang
hidup adalah mereka yang dibangunkan kembali dari kematiannya. Ini
membuktikan bahwa jiwa memang benar-benar ada di sana, dan tak mungkin
dihidupkan lagi apabila jiwa tersebut tidak ada. Hal ini sudah merupakan
bukti bahwa orang-orang yang kini hidup datang dari mereka yang
sebelumnya telah mati dan dibangunkan kembali. Dengan demikian jika jiwa
itu telah ada sebelumnya, dan jika pada waktu kita lahir jiwa datang
dari orang yang mati maka jiwa tersebut tetap ada ketika seseorang
meninggal sebab nantinya dia akan dilahirkan kembali. Jadi untuk apa
manusia harus takut pada kematian? Bukankah pada akhirnya akan lahir
kembali? Demikian dalihnya.
Menurut Socrates tubuh
merupakan hal yang tampak dan selalu berubah-ubah, sedangkan jiwa
sebagai hal yang tak tampak yang selalu sama tak berubah-ubah. Ada
kemungkinan jiwa kita akan selalu dibawa tubuh ke arah sesuatu yang
berubah dan terbawa ke keadaan kacau tersesat kehilangan arah. Namun
apabila jiwa mampu mempelajari segala sesuatunya sendiri, maka ia akan
menuju ke sesuatu yang murni dan abadi tak dapat mati serta tak akan
berubah.
Dalam hubungan dengan hal ini maka jiwa
tinggal bersama kebaikan setiap kali jiwa terpisah dari tubuh. Dapat
dikatakan bahwa jika jiwa yang murni lepas dari tubuh maka tidak akan
membawa-bawa tubuh lagi karena memang tidak perlu lagi bersatu dalam
hidup, melainkan menjauhi keinginan badani. Jiwa dalam kondisi ini
melatih diri bebas dari keinginan badani, kejahatan, keburukan, dan
penyakit duniawi lainnya. Dengan demikian jiwa terkondisi dalam keadaan
mencinta kebijaksanaan sejati.
Hades, Tempat Bersemayam Jiwa
Socrates
menganggap jiwa yang langgeng dan terlatih ini berperan penting dalam
menghadapi kematian, maka jiwa membutuhkan perawatan sepanjang waktu.
Jika kematian terbebas dari segala sesuatu, maka akan merupakan suatu
keuntungan yang sangat besar bagi orang-orang jahat untuk terbebas dari
tubuhnya dan kejahatan mereka bersama-sama dengan jiwanya. Lebih-lebih
ternyata jiwa itu tidak dapat mati, maka tak ada jalan baginya untuk
terlepas dari kejahatan dan tak dapat menyelamatkannya kecuali ia bisa
menjadi sebaik dan sebijaksana mungkin. Sebab ketika jiwa datang ke
rumah Hades, sebuah tempat persemayaman kebijaksanaan bagi jiwa, dia
tidak akan membawa apa-apa kecuali latihan yang diterimanya.
Jalan
menuju Hades tidaklah mudah tetapi memiliki banyak cabang dan
pemberhentian yang akan berakibat pada keadaan jalan yang salah. Jiwa
yang bijaksana dan mulia dapat mengikuti dan mengerti keadaan yang
demikian, namun jiwa yang masih memiliki nafsu badani akan terus
menginginkan pemuasan nafsu dan bergentayangan di dunia yang tampak
dalam wujud roh hantu, setan dan semacamnya. Ketika jiwa yang tidak
murni ini datang ke tempat berkumpul lainnya, maka ia tidak akan bisa
diterima dan dijauhi oleh jiwa lainnya.
Jiwa-jiwa
yang menjalani kehidupan di dunia dengan kemurnian dan kemuliaan akan
mendapatkan dewa-dewa sebagai kawan seperjalanan dan masing-masing
mendapat tempat yang pantas. Suatu tempat yang tidak pernah dapat
disamai keindahannya kala hidup di dunia. Keindahan tempat yang hanya
dapat ditinggali oleh jiwa-jiwa yang bersih dan murni.
Apa
yang dikatakan oleh Socrates tentang perjalanan dan persemayaman jiwa
adalah sebuah pandangan spiritual. Pemikirannya tentang jiwa tak pernah
mati, tak jauh berbeda dengan konsep reinkarnasi yang diyakini oleh
penganut agama-agama ortodoks seperti Buddha dan Tao. Demikian juga
konsepsinya tentang akhir dari persemayaman jiwa. Jiwa yang bersih bisa
kembali ke asalnya, sebaliknya jiwa yang kotor penuh dosa akan merana.
Wajar saja jika Socrates oleh para pengikutnya dianggap sebagai semacam
nabi atau orang suci.
Sumber: erabaru.net