Mengenal Epistemologi (Part 2)
Dalam Epistemologi terdiri dari beberapa mazhab pemikiran diantaranya:
nantikan edisinya.
1. Mazhab Empirisme
Empirisme adalah salah satu aliran filsafat yang doktrin dan landasan penilaiannya sesuai dengan pengalaman, bahwa
sesuatu hanya dikatakan benar ketika dia bersifat material sehingga keberadaan
Tuhan dan yang bersifat non emperik mereka tolak, tokoh-tokohnya antara lain
seperti Karl Marx, David Hume dan John Locke, mereka mengatakan bahwa ukuran
kebenaran adanya sesuatu harus
bisa dibuktikan secara empirik lewat penelitian dan bisa dibuktikan secara ilmiah, padahal kerangka berpikir yang seperti ini akan membawa kita kepada paradigma yang meniadakan keberadaan sesuatu yang bersifat non empirik yang tidak bisa diindrai, dan sebuah konsekwensi logis bila kita memakai prinsip berpikir seperti ini (kerangka berpikir ilmiah), maka kita akan meniadakan Tuhan dan hal-hal yang bersifat metafisika. Ada beberapa pertanyaan yang di ajukan kepada kaum empirikal yaitu:
bisa dibuktikan secara empirik lewat penelitian dan bisa dibuktikan secara ilmiah, padahal kerangka berpikir yang seperti ini akan membawa kita kepada paradigma yang meniadakan keberadaan sesuatu yang bersifat non empirik yang tidak bisa diindrai, dan sebuah konsekwensi logis bila kita memakai prinsip berpikir seperti ini (kerangka berpikir ilmiah), maka kita akan meniadakan Tuhan dan hal-hal yang bersifat metafisika. Ada beberapa pertanyaan yang di ajukan kepada kaum empirikal yaitu:
- kalau memang hanya dengan pengalaman kita bisa mengetahui sesuatu maka bagaimana kita bisa meyakini bahwa segi tiga tidak sama dengan segi empat, sedangkan kita tidak mempunyai pengalaman akan hal itu dan belum pernah melihat secara inderawi.
- Apakah dengan pengalaman bisa membawa kita kepada sebuah prinsip yang niscaya kebenarannya yang tidak perlu dibuktikan lagi dengan pengalaman.
Dari dua pertanyaan diatas cukup mewakili untuk menguji
validitas kebenaran mazhab berpikir empirikal tanpa merasa untuk menghakimi
kaum empirisme, namun empirisme bukanlah
landasan penilaian dalam menilai sesuatu tapi dia lebih cenderung hanya sebagai
methodologi dalam mengumpulkan data-data dalam mengambil keputusan yang
bersifat empirikal tanpa harus meniadakan bahwa hal yang sifatnya tidak
material juga mempunyai keberadaan hanya saja keterbatasan indra dalam melihat
realitas tersebut.
Jika kaum empirisme menjawab pertanyaan pertama bahwa itu berdasarkan pengalaman,
maka itu akan membawa mereka kepada kesalahan yang fatal, dan ketika mereka
menjawab karena itu rasional, maka dengan sendirinya mereka telah menggugurkan
prinsip berpikir mereka, karena ukuran kebenaran dan rasional bukan karena
berdasarkan indrawi saja tapi ukuran kebenaran dan rasional sesuatu karena
memang dia rasional dan mempunyai nilai kebenaran itu sendiri sebagaimana
halnya diatas bahwa kita tidak pernah melihat segi tiga tidak sama dengan segi
empat, akan tetapi kita bisa memberikan penilaian tanpa harus didahului
pengalam indrawi untuk melihat hal tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip yang
sifatnya niscaya lagi rasional, bahwa sesuatu hanya sama dengan dirinya dan
tidak mungkin sesuatu itu menjadi bukan dirinya karena dia mustahil keluar dari
kediriannya, dalam artian bahwa sesuatu itu terbatas dalam wujud kediriannya.
Pertanyaan yang kedua adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab oleh orang
yang mempunyai landasan penilaian yang bedasarkan empirisme karena bagaimanapun
pengalaman sifatnya terbatas oleh ruang dan waktu, dan jika seandainya mereka
menjawab bahwa pengalamanlah yang akan menentukan penilaian kebenaran dan bisa
membawa kita kepada suatu kebenaran yang sifatnya niscaya, maka ini adalah
sesuatu yang kontradiksi dari prinsip mereka sendiri, dimana mereka mengatakan
bahwa pengalaman adalah ukuran dalam menilai sesuatu, sementara kebenaran yang
berdasarkan pada pengalaman akan selalu mengalami perubahan dan tidak menutup
kemungkinan mengandung kesalahan didalam mengambil kesimpulan, dimana
kesimpulannya kemunginan benar, dan mungkin juga salah, yang menjadi masalah
adalah apakah manusia mempunyai keinginan untuk mengambil suatu keyakinan yang
sifatnya relatif, ini adalah sesuatu yang mustahil karena manusia selalu
merindukan kebenaran yang sifatnya pasti apalagi berkaitan dengan keyakinan dan
prinsip hidup. Ini adalah beberapa kelemahan dalam Mazhab Empirisme (Kerangka
berpikir ilmiah), akan tetapi tidak bermaksud menghilangkan metode
berpikir ilmiah, hanya menempatkan pada wilayah yang proporsional, bahwa
doktrin empirisme dan pengalaman lebih cenderung pada wilayah methodologi
penelitian dalam pengumpulan data-data yang bersifat empirik, bukan menjadi
suatu landasan penilaian yang akan membawa kita pada pemahaman yang sifatnya
niscaya lagi rasional, karena pengalaman sendiri masih perlu diuji oleh
pengalaman berikutnya, begitulah seterusnya pengalaman menguji pengalaman dan
akan menghasilkan kebenaran relatif.
2. Mazhab Skriptualisme
Mazhab berpikir skriptualisme mempunyai landasan penilaian berdasarkan teks
atau wahyu (kitab suci), bahwa hanya dengan wahyu-lah kita bisa memberikan
penilaian terhadap sebuah realitas dan dengan wahyu pulalah kita bisa
mengatakan bahwa sesuatu itu benar dan salah, tanpa wahyu maka mustahil kita
bisa memberikan sebuah penilaian.
Ada beberapa problem dalam
mazhab skriptualisme antara lain:
- Sifat klaim akan selalu muncul terhadap pemahaman terhadap ayat, padahal pemahaman kita terhadap ayat tidak terlepas dari subyektifitas penafsir, sehingga tidak perlu adanya sifat otoritas tafsir dan klaim kebenaran dari penafsiran terhadap kitab tertentu dan klaim kebenaran.
- Agama yang memiliki kitab suci bukan cuma satu agama tapi banyak agama dan masing orang-orang yang memeluk agama yang berbeda sama-sama mengklaim bahwa merekalah pemilik kebenaran, pertanyaan kemudian, mungkinkah agama-agama itu bila sekiranya mengandung nilai kebenaran akan terjadi hal yang sifatnya kontradiksi, dan kalau memang mereka sama-sama meyakini kebenaran agama mereka dan kitab suci mereka, lalu kenapa mesti terjadi pengkafiran bahkan pembantaian, bahkan dalam sejarah keagamaan di dunia ini telah meninggalkan duka hitam yang sangat besar kepada ummat manusia karena ratusan juta manusia telah menjadi korban karena pertikaian dan peperangan antar agama, yang sama-sama mengklaim pewaris kebenaran.
Sekian untuk edisi kedua ini, edisi berikutnya akan membahas mazhab satu lagi yaitu mazhab metafisika, bagaimanakah penjelasan tentang mazhab tersebut?