Apakah Filsafat itu Bejat dan Sesat ?
Setiap sistem filsafat memiliki pandangan mengenai manusia, tetapi baru sejak zaman Renaisaancelah manusia menjadi titik pusat pemikiran filosofis, dgn ini saya berusaha untuk menguraikan beberapa aliran yg menonjol.
Rasionalisme: istilah ini berasal dari kata dlm bhs Latin „ratio" yg berarti pemikiran, menurut D.C. Mulder, Rasionaliseme berpandangan, bahwa akal manusia itu tidak terbatas, sehingga mampu memecahkan setiap masalah manusia, mereka menilai bahwa manusia adalah makhluk yg berakal, di mana akal menjadi dasar dari segala pemikiran manusia.
Empirisme: istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani „emperia", karena benih-benih aliran ini berasal dari filsafat Yunani-Kuno. Mereka menilai bahwa manusia adalah makhluk yg berakal, tetapi bukanlah akal sumber pemahaman, sebab akal itu sendiri tidak menghasilkan pengetahuan, melalui pengalaman dan akal, baru manusia dapat memperoleh pengetahuan, oleh sebab itulah salah satu tokohnya ialah John Locke (1632-1704) telah mengeluarkan Teori Tabula Rasa. Bayi yang baru lahir, menurut teori tabularasa, bagaikan kertas putih. Terserah lingkungan, terutama keluarga untuk menuliskan atau melukis apa saja diatas kertas tersebut. Anak dalam teori ini menjadi makhluk yang lemah, dan menjadi objek bagi orang tua dan lingkungan untuk menorehkan tintanya.
Idealisme: adalah aliran filsafat yg menekankan „idea" (dunia roh) sebagai objek pengertian dan sumber pengetahuan. Idealisme berpandangan bahwa segala sesuatu yg dilakukan oleh manusia tidaklah selalu harus berkaitan dgn hal-hal yg bersifat lahiriah, tetapi harus berdasarkan prinsip kehorhanian (idea). Oleh sebab itu, Idealiseme sangat mementingkan perasaan dan fantasi manusia sebagai sumber pengetahuan. Tokoh aliran Idealisme, Johan Gottlieb Fichte (1762-1814) menilai bahwa Tuhan itu khususnya berada di dalam batin kita. Sedangkan George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) bahwa pengenalan terhadap Roh itu hanya berdasarkan filsafat yaitu berdasarkan pengertian-pengertian dan pikiran-pikiran murni dan manusia tidak boleh dimengerti sebagai „individu", tetapi sebagai yg kolektif.
Hampir semua filsafat modern bersifat „antroposentris" yaitu berpusat pada manusia, sedangkan Teologi bersifat „teosentris" yaitu berpusat pada penyataan Allah, oleh sebab itulah keduanya jelas amat bertentangan satu dgn yg lain. Filsafat modern menganggap manusia sebagai standar kebenaran atas segala sesuatu dgn demikian secara tidak langsung telah menyangkal Sang Pencipta sebagai standar kebenaran.
Apakah mungkin manusia yg berdosa dapat dijadikan pusat dan tolok ukur kebenaran? Oleh sebab itulah manusia itu seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur. Buktinya mana ada filsuf yg dapat mempertahankan terus teorinya sepanjang masa; pandangan dan pengetahuan mereka itu
semuanya relatif dan selalu berubah-rubah, beda dgn Allah yg selalu „tetap" dan tidak pernah berubah!
Filsafat sendiri tidak mampu memberikan pengertian yg sepenuhnya benar tentang segala sesuatu, bahkan dari tahun ke tahun selalu bertanya terus dlm usahanya untuk memahami manusia. Akal budi manusia tidak mungkin bisa mendapatkan kepastian, mereka hanya bisa mengandai-andai atau postulat-postulat. Filsafat Modern menganggap manusia sebagai standar kebenaran atas segala sesuatu sehingga dgn demikian secara tidak langsung mereka menyangkal Sang Pencipta sebagai standar kebenaran.
Cobalah Anda renungkan berdasarkan pemikiran dari Rene Descartes (1596-1650) yg mendapatkan julukan sebagai „Bapak Filsafat Modern"yg meletakan dasar filosofis dgn mottonya „Cogicto ergo sum" – „Saya berpikir, jadi saya ada", seharusnya ia berpikir yg sebaliknya dimana ia menyatakan „Saya ada maka saya bisa berpikir" ataukah mungkin juga seperti yg dikatakan oleh Ambrose Bierce „Cogito cogito ergo cogito sum" - "I think that I think, therefore I think that I am.", silahkan pilih sendiri mana yg cocok.
Menurut Immanual Kant (1724-1804) manusia berasal dari dunia binatang yg berkembang terus dari taraf primitif (hewani) yg menuju ke suatu kesadaran penyempurnaan moral
Jean Jacques Rousseau (1712-1778) berpandangan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dapat menghancurkan umat manusia, sebab ia memiliki motto „Back to Nature", karena ia percaya bahwa manusia itu pada mulanya benar-benar baik.
Hidup dikaruniakan kepada manusia bukannya untuk dijadikan objek atau bahan untuk berfilsafat, karena manusia tidak akan dapat mengenal maupun mampu memahami dirinya sendiri, apabila ia tidak bertitik tolak dari pandangan tuhan,sebab kemampuan maupun akal manusia itu terbatas sedangkan tuhan tidak terbatas segala hikmat dan pengetahuan-Nya.
0 komentar:
Post a Comment